NewsPendidikan

Ketimpangan Akses Teknologi di Sekolah Hambat Implementasi Kurikulum Merdeka

klikword– Ketimpangan akses teknologi antar sekolah di Indonesia menjadi penghambat serius dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Meskipun pemerintah telah meluncurkan kurikulum ini untuk mendorong pembelajaran mandiri dan berbasis digital, banyak sekolah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) belum memiliki infrastruktur dasar seperti internet, komputer, bahkan listrik.

Di saat sekolah-sekolah di kota besar telah menggunakan perangkat digital canggih dan sistem pembelajaran online, ribuan sekolah di pedesaan masih mengandalkan papan tulis dan buku cetak sebagai satu-satunya media belajar.

Satu Komputer untuk Puluhan Siswa

Kondisi lapangan menunjukkan masih timpangnya distribusi perangkat teknologi. Di sejumlah sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur dan Papua, satu unit komputer harus digunakan bergiliran oleh lebih dari 30 siswa. Akses internet pun sangat terbatas, sehingga guru kesulitan mengakses platform belajar seperti Merdeka Mengajar atau Rumah Belajar.

“Saya belum pernah menggunakan laptop untuk mengajar. Di sekolah kami, sinyal pun tidak ada,” kata Anisa, guru SD di Kabupaten Asmat, Papua Selatan.

Guru dan Siswa Tertinggal dalam Literasi Digital

Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran berdiferensiasi, eksplorasi mandiri, serta pemanfaatan teknologi. Namun, tanpa dukungan perangkat dan pelatihan, guru kesulitan menyusun asesmen berbasis digital maupun menyimpan portofolio belajar siswa.

Masalah lain muncul dari sisi guru. Tidak sedikit pendidik yang belum memiliki keterampilan dasar dalam mengoperasikan komputer, menggunakan platform pembelajaran, atau mengakses materi ajar digital. Akibatnya, esensi Kurikulum Merdeka sulit terwujud.

Ketimpangan Picu Kesenjangan Pendidikan Nasional

Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta, Dr. Ratna Dewi, menyebut ketimpangan ini bisa menimbulkan jurang pendidikan yang makin lebar antarwilayah. Menurutnya, jika tidak segera diatasi, Kurikulum Merdeka hanya akan menjadi kemewahan bagi sekolah-sekolah unggulan di kota besar.

“Alih-alih memerdekakan peserta didik, kurikulum ini justru berisiko melanggengkan ketidakadilan belajar jika tidak dibarengi dengan pemerataan akses teknologi,” ujarnya.

Studi Kasus: Jawa Maju, Papua Tertinggal

Perbandingan kondisi antara sekolah di Jawa dan Papua menggambarkan ketimpangan yang nyata. Di Yogyakarta, misalnya, sekolah telah menerapkan pembelajaran berbasis Learning Management System (LMS), lengkap dengan koneksi Wi-Fi dan laboratorium komputer. Sementara itu, di wilayah pedalaman Papua, guru dan siswa masih menggunakan metode pembelajaran tradisional karena ketiadaan infrastruktur digital.

Solusi Pemerintah Belum Menyentuh Akar Masalah

Pemerintah melalui Kemendikbudristek sebenarnya telah meluncurkan program koneksi internet untuk sekolah serta bantuan perangkat TIK. Namun, realisasi di lapangan masih belum merata.

Program pelatihan guru juga belum menjangkau semua wilayah. Banyak guru di daerah belum menerima pelatihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran Kurikulum Merdeka.

Kolaborasi dan Inovasi Diperlukan

Penguatan literasi digital guru, distribusi perangkat yang merata, serta kerja sama dengan swasta dan lembaga non-pemerintah (NGO) dinilai penting untuk mempercepat pemerataan teknologi pendidikan.

Berbagai pihak mendorong pengembangan konten pembelajaran offline sebagai solusi jangka pendek. Misalnya, penyediaan modul dalam bentuk SD card atau flashdisk berisi video edukatif yang bisa digunakan tanpa koneksi internet.

Potret Masa Depan Pendidikan yang Tidak Merata

Jika ketimpangan ini terus dibiarkan, maka Indonesia berpotensi menghadapi dua kutub pendidikan: satu yang digital, interaktif, dan maju; satu lagi yang tertinggal, konvensional, dan tanpa akses dunia luar.

Hal ini tentu bertentangan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang mengusung keadilan, kebebasan, dan kemerdekaan belajar bagi seluruh peserta didik.

Rekomendasi Kebijakan: Pemerataan, Evaluasi, dan Adaptasi

Untuk mencegah makin lebarnya kesenjangan pendidikan, beberapa langkah perlu dilakukan:

  • Mempercepat pembangunan infrastruktur digital nasional, terutama di daerah 3T.
  • Melakukan pemetaan sekolah berdasarkan tingkat kesiapan digital.
  • Menyediakan pelatihan intensif dan terstruktur bagi guru di daerah.
  • Melibatkan pemerintah daerah dalam distribusi anggaran pendidikan berbasis kebutuhan.
  • Memastikan setiap kebijakan pendidikan berorientasi pada kesetaraan akses.

Kesimpulan

Kurikulum Merdeka adalah langkah progresif dalam reformasi pendidikan Indonesia. Namun, tanpa pemerataan akses teknologi, semangat kurikulum ini sulit diwujudkan secara menyeluruh.

Ketimpangan digital harus segera diatasi agar seluruh siswa Indonesia, di manapun mereka berada, memiliki hak dan kesempatan belajar yang setara.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *